Author : Tria DeAngelo
Cast: Lee Taemin
Jung Ji Hoon
Dakota Fanning as Cassandra Alexander
Genre : romance, friendship , family
Rating : PG-15
Length: sequel
Disclaimer : coba-coba buat FF yang tokoh perempuannya barat. Semoga tidak mengecewakan.Kalau mengecewakan ya dimaklumin,namanya juga coba-coba, hehe. Mohon segala kritik, saran, advice, de el el. Karena itu akan menjadi intropeksi bagi diri saiiia. Matur nuwun *bow 90 derajat. 😀
Matahari perlahan lengser ke barat, mengantar burung camar kembali ke haribaan. Berbeda 180 derajat dengan gadis berambut pirang gelap bergelombang tersebut. Ia baru saja menginjakkan kaki di Negeri Gingseng tepatnya di Bandara Incheon Korea Selatan. Hawa asing negeri orang cukup membuatnya tidak nyaman. Tapi mau bagaimana lagi? Ia tidak punya pilihan. Jika perusahaan ayahnya tidak bangkrut. Jika ayahnya tidak perlu menggadai rumah mereka. Jika kecelakan kereta bawah tanah itu tidak terjadi. Jika ia tidak menemukan sang bunda gantung diri karena frustasi. Mungkin mereka bertiga sekarang berada di Hawai, menyapa tiap orang yang ditemui dengan aloha. Menghabiskan waktu berjemur di bawah terik matahari yang hangat. Nyatanya, itu tak lebih dari omong kosong. Sudah jatuh, terpeleset tertimpa tangga pula.
”Cassandra!!!”
Lamunannya pecah seketika berganti keterkejutan mendengar namanya disebut. Seorang bapak-bapak menggerak-gerakkan kertas putih bertuliskan ”CASSANDRA” dan ibu-ibu di dekatnya melambai-lambaikan tangan.
”Uncle Kim, Aunt Jun Ah. Nice to see you again,” Cass memeluk kedua orang tersebut bergantian.
”Ahh,.Cassandra kecil sudah besar rupanya. Cantik pula,” Aunt Jun Ah membelai Cassandra lembut.
”Sudah, lepas rindunya dilanjutnya di rumah. Sudah sore. Kajja!” ajak Uncle Kim.
Sepanjang perjalanan Cass, begitu nama gadis itu biasa disapa mengamati pemandangan sekeliling. Kota Seoul dipenuhi orang-orang berlalu-lalang dengan urusan masing-masing. Tidak berbeda jauh dengan tempat tinggalnya dulu di New York.Keduanya sama-sama memegang gelar yang sama sebagai kota yang tak pernah tidur. Hanya saja, di sini mayoritas penduduknya bermata sipit dibalut kulit seputih susu.
”Sudah sampai!” Uncle Kim berseru riang, dibawanya koper bersama ransel ke dalam rumah.
”Uncle, aku bisa membawanya sendiri,” Cassa berusaha mencegah namun lelaki paruh baya itu menolaknya.
”Gwencana, kau pasti lelah. Masuk, makan dan beristirahatlah. Paman akan membawa barang-barangmu ini ke kamar.”
”Tapi..,”
”Ayolah Cass, pamanmu benar,” Aunt Jun Ah menggandeng Cass masuk.
Ada hal yang berbeda ketika Cass memasuki rumah minimalis bercat biru laut tersebut. Terasa nyaman seperti rumah sendiri. Koleksi porselen Cina tertata rapi, lukisan-lukisan khas Korea terpajang sinkron dan foto-foto berbingkai di tata apik di tempatnya, benar-benar sedap dipandang mata. Salah satu foto menarik perhatian, terpampang jelas mendiang orang tuanya bersama Uncle Kim, Aunt Jun Ah juga dirinya di State Line Lookout lima tahun silam. Pandangannya mulai mengabur.
”Mereka benar-benar sahabat terbaik,” seolah mengerti tatapan si gadis, “Banyak hal yang tidak bisa dimengerti di dunia ini Nak. Sering kali itu perasaan berkata tidak adil, serasa dunia begitu kejam. Kita hanya bisa berharap namun Tuhan yang menentukan. Satu hal yang pasti, Dia akan memberikan yang terbaik. Percayalah, ” Aunt Jun Ah menepuk pundaknya pelan.
” Ya,.I agree with it. Aku ingin langsung istirahat. Pengaruh jet lag.”
”Yakin tidak mau makan?”
”I was.”
”Ne, take a rest. Kamarmu ada di lantai dua. Namamu sudah tertera di pintunya.”
”Thanks,” Cass tersenyum sekilas sebelum melesat menaiki tangga.
Hidup memang bagaikan roda yang berputar, segala hal mengalami perubahan baik lambat maupun cepat. Tak ada yang tahu pasti, bahkan peramal handal pun bisa saja meleset dalam prakiraan. Hal itulah yang kini dialami Cassandra, awalnya hidup berjalan seperti melewati jalan tol semua berjalan baik-baik saja sampai suatu petaka menyambar tak ubahnya angin puting beliung. Ia kehilangan semuanya, harta yang tersisa pun hanya sedikit tabungan dan apa-apa yang ia bawa. Masih beruntung Uncle dan Aunt Kim mau mengasuhnya, disamping rasa solidaritas persahabatan erat antara keempatnya, toh pasangan suami-istri Kim belum jua dikaruniai momongan.
”Cass, hari ini akan menjadi hari penting. Ahh, kau cantik sekali dengan seragam itu,” Aunt Jun Ah mengamati Cassandra dari ujung kepala hingga mata kaki.
”Astaga Bi, seragam ini membuatku sumpek,” Cass mengendorkan dasinya, jika boleh jujur dia lebih memilih memakai kaos oblong dibalut jeans belel daripada balutan kemeja, rompi, dasi dan jas yang kini melekat di tubuh proposionalnya
”Nantinya juga akan terbiasa, kau sudah tahu rute perjalan ke sekolah kan? Paman harus segera ke kantor dan bibimu akan mengurusi kedai. Jadi, kami tidak bisa mengantarmu.”
”Take it easy, I know. Gamsahamnida Paman dan Bibi sudah mau menerimaku. Maaf jika merepotkan,” rasa bersalah menghinggapi, ya bagaimana tidak? Mereka tak ada hubungan darah namun mau menerimanya seperti keluarga sendiri.
”Bibimu ini harus bilang berapa kali, kau sama sekali tidak merepotkan. Justru membuat rumah ini menjadi berwarna,” Aunt Jun Ah mengelus pundak Cass lembut.
Sesampainya di sekolah Cass dilanda rasa was-was. Andai ini New York mungkin ia tak akan segugup ini. Sayangnya, ia beada disini tanpa teman apalagi kenalan. Sempat menyesal tidak memilik teman warga Korea Selatan di account Facebook dan twitter. Menyesal tiada guna, beradaptasilah, hanya ada itu di kepala. Tatapan dari tiap murid yang berpapasan membuat langkah kakinya berat. Beberapa gadis tampak asik berbisik saat melihatnya. Oh God, I want it end, batin Cass.
The Tired Day, Cass benci ini. Apabila ada koran harian sekolah, pastilah tajuk utama akan berjudul ”HEBOH : Anak Pindahan New York”. Seharian penuh ia diberondong pertanyaan dari murid-murid di sekelilingnya, belum pelajaran yang membuatnya mupeng karena penguasaan bahasa Koreanya yang masih minim. Faedahnya bahwa ia memiliki teman sebangku yang bisa diandalkan. Lumayan membuat lega.
”Kang Eun Ri,” jawab gadis berambut sebahu itu ketika ditanya namanya.
Berita kehadiran Anak Pindahan dari New York sampai ditelinga lima orang namja berpredikat populer di sekolah.
”Kau sudah tahu kedatangan gadis New York itu kan?” tanya namja bermata sipit.
”Tentu saja, ini ada yang mengirimiku fotonya,” si namja bermata belo menunjukkan ponseknya.
”Sini aku mau lihat,” namja dengan postur tubuh terpendek tapi juga paling berotot merebut ponsel dari si pemilik, “Whoa, neomu yeppeo.”
”Bukannya itu orangnya,” namja bergelang pink menunjuk ke arah yeoja yang tengah sibuk pada ponselnya.
Taemin pun tertarik dan mengarahkan pandangan ke objek pembicaraan chingudeulnya sekarang. Tercengang, dari jarak jauh terlihat jelas bahwa gadis berkulit khas Kaukasoid tersebut terlihat “ngejreng” diantara murid lainnya. Di samping faktor dia berbeda ras dengan mayoritas murid berdarah Asian Mongoloid juga cara berseragam terlihat sedikit berani, dasi kendor, rambut dibiarkan berantakan, kemeja tak berkancing, kaos kaki garis dan sepatu kets warna mencolok. Bukan hanya itu, ekspresinya yang tampak cuek dan apatis membuat gairah Taemin bangkit, ingin mengenal lebih dalam.
”Siapa namanya?”
”Cass, Cassandra Alexander. Why? Kau tertarik?” tanya Jonghyun menyelidik.
Taemin tersenyum,”Yeoja yang menarik.”
”Lalu mau dikemanakan selir-selirmu itu? Mereka pasti akan sakit hati,” Key melambai pada yeoja-yeoja centil yang sedang bergosip ria.
”Cih, yang benar saja. Mereka seperti hantu,” jawab Taemin tak suka.
“ya Taemin, mereka tergila-gila pada pesona imutmu itu tahu!,” Minho angkat bicara.
”Enak saja kau bicara, aku ini manly!” Taemin menepuk dadanya. Tak habis pikir bagaimana temannya itu bisa menempelkan image imut pada dirinya. Padahal ia sudah mati-matian tampil manly membentuk otot dengan fitnes, assesoris berbau rantai sampai pakaian warna gelap dipadu jeans sobek di bagian paha sebagai pakaian sehari-hari.
‘’Anio, Taeminku tetap imut. Lucu-lucu,” Onew mencolek pipi Taemin gemas, membuat si empunya masam. Ia tidak marah dibilang imut, hanya saja mengingat usianya sudah 17 tahun, image itu sama sekali tidak cocok.
Sebelum mood-nya jelek Taemin memilih untuk pergi.
”Poor Cassandra! Dasar bodoh,” Cass memukul kepalanya pelan. Ia benar-benar ceroboh menaiki bus yang salah sehingga sekarang ia terdampar di trotoar, sendirian persis seperti orang linglung. Belum lagi ponselnya kehabisan batere gara-gara terlalu lama digunakan untuk ng-game. Melihat langit sudah mulai berwarna jingga membuat Cass menerawang paman dan bibi pasti khawatir sekarang. Setelah itu kembali menyalahkan diri sendiri. Cass duduk di bawah lampu jalanan, tidak ada satu pun bus melintas dan itu membuatnya semakin gelisah.
Brrmm!
Sebuah motor sport berhenti tepat di depannya. Sang reader membuka helm, memperlihatkan sosok rupawannya.
”Perlu bantuan?”
Cass hanya bengong lebih tepatnya bingung harus menjawab apa.
”Sepertinya kau tersesat?” namja tersebut kembali bertanya.
”Ne, bisa beritahu aku jalan menuju perumahan Daesuke?”
”Aku bisa mengantarmu kesana.”
Cass terdiam, lalu memperhatikan sosok di hadapannya. Seorang anak laki-laki berambut coklat gelap membingkai wajahnya yang bisa dibilang kekanakan namun juga menawan. Cass, what do you think! Ia orang asing, bisa jadi sebenarnya seorang penculik atau bahkan psikopat seperti Jack The Ripper.
”Aku tidak seburuk itu,” seolah mengerti apa yang dipikirkan gadis itu,”Kita satu sekolah, aku Taemin, Lee Taemin.”
”Cass, Cassandra Alexander,” ia menyamut uluran tangan Taemin seketika merasakan kehangatan menjulur ke sekujur tubuhnya.
”Jadi, mau kuantar?”
Cass tampak ragu-ragu.
”Tawaranku berlaku satu kali, atau kau tak bisa pul..”
”Oke, I want.”
Taemin tersenyum simpul, mengendarai motor dengan kecepatan sedang. Sesekali melirik ke arah spion untuk melihat gadis di belakangnya. Bukan pertama kali bagi Taemin berinteraksi dengan gadis barat. Akan tetapi Taemin merasa Cass berbeda. Meskipun ia belum tahu pasti itu apa. Is it love? Pertanyaan konyol. Bagaimana bisa jatuh cinta terhadap seseorang yang baru dikenal beberapa menit yang lalu.
Hari sudah malam ketika keduanya sampai di rumah. Cass membungkuk pelan, mempraktekan salah satu adat budaya orang Korea.
”Terima kasih.”
”Sama-sama, masuklah orang tuamu sudah menunggu,” ucapan Taemin sempat membuat Cass terhenyak. Ia menyunggingkan senyum menahan rasa getir yang masih bergejolak di hatinya. Sepertinya Taemin melihat gelagat aneh, belum sempat bertanya gadis bermata biru itu sudah berbalik.
Cass berlari memasuki rumah,tergesa membuka pintu. Sampai tidak memperharikan dari kaca jendela besar seseorang juga melakukan halyang sama.
Bukkk!
“Aww!” erang Cass,pantatnya dengan sukses menghantam lantai. Sebuah tangan terayun,ia menyambut kemudian berdiri sempoyongan. Sejenak mengatur nafas lalu mendongak melihat sosok asing dihadapannya.
To be continued……….